Tuhan Yesus, Engkau mengikutsertakan para wanita mampu secara finansial untuk mendukung karyaMu. Gerakan dan doronglah para pengikutMu yang mempunyai berkat berlebih untuk memberi sumbangan bagi karya misi Gereja di seluruh dunia. Amin.
Thursday, September 18, 2014
Kesombongan Rohani

Ada banyak pelajaran iman yang bisa umat beriman petik dari bacaan Injil hari ini, Lukas 18:9-14 yang mengisahkan tentang seorang Farisi dan pemungut cukai yang sama-sama pergi ke Bait Allah untuk berdoa. Di dalamnya juga ada kritik sosial yang tajam yang ditujukan bagi kehidupan umat Allah.
1. Ayat 9
Yesus sangat peka dengan situasi masyarakat yang dihadapiNya kala itu. Dari kalimat ayat 9 ini kita bisa membayangkan bahwa pada masa itu memang ada masyarakat yang terang-terangan “menganggap diri benar dan memandang rendah semua orang lain”. Tentu itu pertanda situasi masyarakat yang tidak baik di mana orang memandang suatu kebenaran dari dirinya sendiri, dan yang lebih menakutkan lagi adalah orang yang bersangkutan selalu memandang rendah semua orang lain. Itulah fakta situasi masyarakat yang dihadapi Yesus ketika itu dan Dia tahu siapa yang harus dihadapiNya. Untuk itu Yesus memberikan perumpamaan ini.
2. Ayat 11-12
Kaum Farisi adalah penganut Yahudi garis keras yang mempelajari Taurat Musa dengan baik. Tentu saja tujuan kaum Farisi itu baik, namun karena salah mentafsirkan sabda Tuhan yang tersurat di sana, maka mereka meyakini bahwa kebenaran hanya ada pada mereka. Dan, mereka menganggap diri mereka ‘tidak sama dengan orang lain’, artinya mereka ‘membedakan diri’ dari orang lain. Di depan Allah pun orang semacam ini menilai dirinya dengan standar dirinya sendiri. Suatu arogansi pribadi yang luar biasa. Mereka tidak sadar akan perangainya yang berdosa dan ketidaklayakan diri mereka. Mereka lupa bahwa mereka terus-menerus membutuhkan pertolongan, rahmat, dan kasih karunia Allah. Dan mereka lupa bahwa tanpa Allah mereka tidak bisa berbuat apa-apa. Karena tindakan-tindakan kealiman dan kebaikan lahiriah yang mereka lakoni, mereka menyangka bahwa mereka tidak memerlukan kasih karunia Allah.
Pertanyaannya adalah apakah saya dan anda menjadi bagian dari model kaum Farisi ini? Apakah kita mempelajari Kitab Suci untuk pada akhirnya menganggap diri paling benar dan lalu merasa diberi hak untuk menghakimi orang lain?
3. Ayat 13
Yesus memberikan perbandingan yang luar biasa. Farisi yang ahli Kitab Suci dibandingkan dengan seorang pemungut cukai yang dipandang ‘jahat’ oleh orang Yahudi. Mereka jahat karena dianggap sebagai tangan penjajah Romawi yang memunguti pajak dari bangsa Israel. Mereka jahat karena mereka sering melakukan manipulasi dari jumlah pajak yang harus dibayarkan. Mereka jahat karena selalu melindungi kepentingan pribadi mereka dengan undang-undang yang berlaku. Jadi, oleh kaum Farisi mereka dipandang sebagai orang berdosa yang hina. Tetapi di sini Yesus memberikan suatu gambaran yang berbeda. Si pendosa itu betul-betul menyadari dosa dan kesalahannya. Dia menunjukkan sikap pertobatan yang sejati, dia tidak berani berdiri di tempat yang mencolok, dia tidak berani menengadah ke ‘langit’ yakni ke takhta Allah yang mahatinggi (lih. Yes 66:1), dan dia memukuli dirinya sambil mengucapkan: “Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini.” Dia berpaling dari dosa dan kembali kepada Allah supaya bisa memperoleh pengampunan dan rahmat. Inilah anak Tuhan sejati yang mengutamakan keagungan Tuhan dan sadar akan posisi dirinya.
Setiap mendaraskan Doa Tobat, kita dibudayakan untuk ‘memukul diri’ tiga kali sambil mengucapkan ‘Saya berdosa, saya berdosa, saya sungguh berdosa’. Gereja mengajak kita untuk selalu ingat akan ajaran Yesus ini: sadar akan diri dan bertobat.
Doa orang yang lemah dan tidak berdaya akan didengarkan Tuhan. Doa itu akan terus berkumandang sampai Tuhan memandang dan mengabulkannya karena Tuhan adalah Hakim yang adil serta murah hati.
4. Ayat 14
Yesus tegas mengatakan “Pemungut cukai ini pulang ke rumahnya sebagai orang yang dibenarkan Allah dan orang lain itu tidak.” Pertobatan pemungut cukai itu diterima Tuhan. Yesus menyebut Farisi itu sebagai ‘orang lain’ karena memang Farisi itu sendiri yang mengatakan dirinya lain dari orang lain (ayat 11). Dan orang lain ( dlm arti menyombongkan diri ) itu tidak dibenarkan Tuhan!
Yesus memberikan ajaran penting yakni “Sebab barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan.”. Secara naluriah, manusia pasti berharap untuk dihormati atau ditinggikan. Tuhan sangat paham akan kebutuhan naluriah manusia itu. Tetapi Tuhan mengajarkan kita untuk tidak meninggikan diri supaya dihormati sebab justru kita akan direndahkan. Sebaliknya Tuhan mengajarkan kita bahwa untuk dihormati dan ditinggikan maka kita perlu merendahkan diri yakni menjadi manusia yang rendah hati tetapi bukan manusia yang murahan.
Semoga umat yang dikasihi Allah dapat memahami nasihat Injil yang luar biasa kebenarannya.
Amin.
NB: untuk kalangan terbatas
Wednesday, September 17, 2014
Iman Perbuatan Kasih
Renungan Lukas 7:36-50
Kali ini Penginjil Lukas, mengisahkan perjumpaan Yesus dengan seorang perempuan berdosa di rumah Simon, seorang Farisi yang menjamu Yesus di rumahnya. Kita bayangkan saja perempuan berdosa ini pasti mengumpulkan segenap keberaniannya untuk datang kepada Yesus.
Kenapa? Pertama, Yesus adalah Guru yang populer dan jelas-jelas orang Kudus.
Kedua, Ia selalu dikelilingi oleh banyak orang. Sebagai orang berdosa, perempuan ini berpikir orang-orang tidak senang berada di dekatnya.
Namun yang paling menantang adalah, Yesus berada di rumah Simon, seorang Farisi. Masuk ke rumah orang Farisi butuh kenekadan, karena jelas ia ditolak di sana. Golongan ini terlalu tinggi menghargai dirinya. Namun dengan jeli ia memanfaatkan waktu tersebut. Adanya Yesus di sana membuat mereka segan menolak dia. Ia sangat membutuhkan belas kasih dan pengampunan itu. Ia berjuang meraihnya, karena bagi Yesus tak ada yang lebih menggembirakan daripada melihat jiwa yang bebas dari dosa dan kembali ke jalan yang benar.
Belajar dari kisah ini kita bisa menempatkan diri pada dua posisi yang berbeda.
Pertama, seperti perempuan berdosa itu, kita pun perlu selalu mencari belas kasih dan pengampunan Tuhan. Kedua, sebagai sesama orang berdosa, kita hendaknya menolong sesama agar kembali kepada Tuhan. Menghalangi pendosa bertobat tidak saja menutup pintu keselamatan tetapi juga merendahkan martabat diri kita sebagai anak-anak Tuhan.
Kita sering amat negatif menilai orang lain, apalagi yang secara obyektif diketahui sebagai pendosa, koruptor, penjahat. Bahkan kita memberi cap yang amat merendahkan martabat mereka sebagai manusia dengan sebutan ”Penyakit Masyarakat” atau “Sampah Masyarakat”. Padahal belum tentu mereka yang menganggap diri saleh, bersih itu benar-benar begitu adanya, bahkan mungkin mereka itu "Munafik"seperti para Farisi dan para Ahli Taurat yang dikecam Yesus. Sepertinya tidak ada sedikitpun unsur positif dalam diri mereka, bahkan perbuatan baik apapun yang di buat tetap tidak berarti. Tak hanya itu, kita bahkan cenderung ingin menghukum mereka. Kita lupa bahwa dalam setiap hati manusia selalu ada keinginan dan harapan untuk berubah dan menjadi lebih baik. Kisah Injil hari ini mengajak kita umat Allah untuk merubah cara pandang itu dan mengganti dengan cara pandang Tuhan Yesus.
Simon mewakili kita semua yang sering menganggap rendah orang-orang berdosa. Dia tidak bisa menerima Yesus membiarkan wanita berdosa itu bersentuhan denganNya. Dia merasa aneh Yesus seorang nabi, suci membiarkan diriNya bersentuhan dengan wanita pendosa, apalagi menangis di kaki Yesus, mengusapi kaki Yesus dengan air mata, menyeka dengan rambutnya, mencium dan meminyaki kaki Yesus dengan minyak wangi. Namun Yesus tahu apa yang ada di dalam hati Simon, pikiran dan cara pandang buruk yang harus di rubah yang tertanam di dalam hati Simon dan hati kita.
Yesus lalu menegur Simon dan mengajak dia untuk melihat sesuatu yang baik, yang ada di dalam diri wanita pendosa ini. Terlepas dari segala kelemahan dan dosa yang telah dibuatnya. Yesus selalu mencari apa yang baik yang ada pada diri dan hati seseorang, karena semua manusia adalah anak-anak Allah. Hal itulah yang ditegaskan Yesus kepada Simon. Yesus mengajak Simon untuk melihat makna dari sebuah tindakan dan perbuatan wanita pendosa itu. Perbuatan kasih yang dilandasi ketulusan hati yang diperlihatkan wanita pendosa itu, dihargai amat tinggi oleh Yesus. Karena perbuatan itu adalah cermin dari kerinduan hati dan harapannya untuk diampuni dan diberi kesempatan bertobat dan membaharui diri. Yesus menegaskan kepada Simon, ”dosanya yang banyak itu telah diampuni, sebab ia telah banyak berbuat kasih.”
Perbuatan tobat,kasih yang dengan tulus dilakukan adalah semacam air segar yang mencuci bersih semua kotoran yang ada dalam diri seseorang. Maka Yesus pun berkata kepada perempuan itu ”dosamu telah diampuni”. ”Imanmu telah menyelamatkan engkau, pergilah dengan selamat!”.
Apakah cara pandang kita kepada orang lain sama seperti Simon? Kalau begitu mintalah Tuhan Yesus untuk mengubahnya dengan kuasa Roh Kudus.
Apakah kita juga telah banyak berbuat dosa? Kalau begitu berbuatlah sebanyak mungkin amal kasih kepada orang lain dan bertobat sehingga Tuhan Yesus berkenan mengampuni segala dosa dan kesalahan kita; ”sebab kasih menutupi banyak sekali dosa”. Semoga kita semua umat beriman dapat belajar dari wanita pendosa itu.
Subscribe to:
Posts (Atom)